Setiap tahun kita selalu berhadapan dengan masalah ini. Bahkan mungkin bisa dikatakan bahwa setiap tahun ketika Natal mulai tiba, banjir telah menjadi sebuah kemakluman dan akan datang secara rutin. Nah, permasalahannya apakah ada yang perduli dengan hal ini? Apakah hanya segelintir orang saja yang menyadari bahwa ini adalah sebuah bencana besar yang awalnya cuma kecil-kecil saja?
Bayangkan saja, pada tahun 1990-an banjir di Ketapang sangat tidak pernah dirasakan. Karena kondisi alam secara luas masih stabil. Hutan-hutan masih produktif. Jalur air di Ketapang masih bercabang dan tersambung. Serta gedung-gedung tinggi masih sedikit berdiri di Ketapang. Sehingga banjir pada saat itu masih belum menampakkan sesuatu yang luar biasa dibandingkan dengan sekarang.
Sekarang, tahun 2008 ini saja banjir sudah bisa menyentuh rumah-rumah khususnya di daerah Mulia Baru memanjang hingga ke Jalan Saunan. Mayoritas rumah-rumah dengan pondasi rendah akan acap dengan air yang tergenang. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, air masih menembus lantai beberapa milimeter saja. Tapi sekarang air sudah bisa menyentuh rumah hingga ke dalam bahkan tempat yang minim seperti lemari, meja, sofa sudah melebihi dari yang dibayangkan. Perbandingan terakhir bisa dikatakan banjir tahun ini dengan tahun lalu bertambah tinggi 10 cm jika diukur dengan rumah saya yang tergenang banjir tahun 2007 dengan tahun 2008. Pada tahun 2007 hanya 1 cm keluar dari lantai, sekarang bisa 10-12 cm di atas lantai. Jauh dari yang diperkirakan air yang disangka hanya akan naik sekitar 3-5 cm akan bertambah tinggi 10 kali lipat dari perbandingan tahun 2007 dan 2008. Ini perhitungan pada tanggal 16 Desember 2008, dua hari setelah air merembes ke rumah, belum lagi perhitungan banjir yang diperkirakan akan surut setelah satu minggu kemudian dari tanggal 15 Desember 2008. Jika perhitungan meleset lebih dari satu minggu maka banjir ini adalah masalah sangat besar di Ketapang. Ini baru tahun 2008, bagaimana jika tahun 2009 kemudian atau tahun berikutnya??
Diperparah dengan pancaroba musim yang tidak dapat diketahui. Ternyata pada tahun 2008 bulan Desember Ketapang mengalami musim hujan yang sangat besar. Dikarenakan awan yang membawa hujan (hujan muson) yang pergerakannya berada pada Desember ini (Sekitar Oktober sampai April ke depan) akan menyapu kota Ketapang dengan guyurannya sepanjang Desember ini. Terbukti sejak awal Desember sudah terjadi hujan yang sangat lebat, hampir nonstop. Sampai-sampai daerah Utara Ketapang mengalami banjir genangan. Namun pada saat itu daerah di sekitar Mulia Baru melebar ke Saunan tidak terjadi banjir. Sehingga asumsi sementara banjir yang terjadi di daerah Selatan Ketapang (Mulia Baru sampai Saunan) terjadi karena pembawaan pasang laut disertai hujan yang melanda kota Ketapang ini.
Banyak penyebab lain yang bisa dijadikan alasan mengapa terjadi banjir yang semakin hebat di Ketapang. Tidak perlu jauh-jauh hingga ke pelosok kampung daerah Ketapang, Di Pusat Kota sendiri sudah ada indikasi penyebab terjadinya banjir. Tahukah anda setiap Ton bangunan walet yang besar di Ketapang ini membuat saluran air bawah tanah mulai memampat dan tersumbat. Karena berat dari gedung tersebut membuat tanah yang semula menjadi resapan air yang renggang kini menjadi padat karena tekanan gedung di atas pondasinya. Dalam teknik Ilmu Pengetahuan Alam, seperti hukum Archimedes, berat massa benda yang dicelupkan dalam sebuah wadah berisi air sama dengan massa air yang keluar dari wadah tersebut. Anggap saja wadah tersebut adalah sebidang tanah dan benda tersebut adalah gedung. Tanah tersebut sudah memiliki air di dalam rongganya dan alhasil dari hukum archimedes, air di dalam tanah tersebut akan merembes menjadi genangan yang keluar dari dalam tanah sementara tanah akan memadat karena tekanan gedung. Anggap gedung itu kira-kira 100.000 ton minimal untuk ukuran gedung walet paling kecil. 100.000 ton airpun akan merembes dari tanah yang memadat. Namun untungnya bidang tanah tidak sekecil dari contoh tersebut, sehingga ukuran air bisa lebih kecil dari gedung. Tapi apakah anda tidak juga sadar, di dalam setiap kilometer tanah pasti terdapat air yang merata. Sehingga asumsi untuk perbandingan 100.000 tanah : 100.000 air menjadi logis seimbang dan bisa dipakai sebagai bukti sains yang jelas.
Untuk bukti yang lebih besar lagi, anggap dunia ini sebagai sebuah baskom. Dengan tanah diwakili sebagai busa yang lebar serta tingginya sama sebesar baskom sehingga baskom tersebut penuh terisi busa (spons). Isi baskom tersebut dengan air, sehingga menjadi mirip sebagai tanah yang berisi air di dalamnya. Sekarang taruhlah beberapa wadah berat seperti batu atau besi. Apakah yang akan terjadi? Air dalam busa pasti akan terangkat dan keluar dari baskom. Itulah kira-kira bisa menjadi pandangan logis dalam bermain sains untuk kasus banjir di Ketapang ini. Itulah alasannya mengapa gedung sarang walet menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di Ketapang.
Sekarang penyebab kedua yang ada yakni saluran air di Ketapang yang tersumbat. Saya anggap Ketapang sekarang ini sebagai Kota yang sangat jorok dan tidak teratur jalur airnya. Contoh kecil daerah Dr. Sutomo dekat Masjid Al-Falah, sungai daerah di situ buntu tak ada jalur keluarnya. Contoh yang lain di daerah BNI jalan A. Yani, paritnya juga buntu. Jika berjalan sepanjang Jl. Sudirman, sama sekali tidak ada sungai di sana. Hanya parit yang tidak ada airnya ditumbuhi rumput yang ada di sana. Di dekat Kantor Bupati Ketapang alirannya memang dialihkan menuju daerah Panembahan Bandala lurus dan belok ke kiri, namun jika ditelusuri ke depan, paritnya juga buntu. Nah, ada apa dengan sungai dan parit di Ketapang? Kemana nanti larinya aliran air dari sungai Pawan ke Kota? Sementara ujung sungai yang ada di Ketapang mulai buntu. Dibandingkan dengan kota lainnya, Kota Ketapang adalah kota dengan sungai yang sangat buruk jalurnya. Pembangunan besar-besaran tanpa melihat kondisi lingkungan di sekitar. Saya merasa pembangunan di Ketapang ini tidak berjalan dengan bagus serta dilakukan secara asal-asalan. Dan apakah proyek pelebaran sungai dan parit tidak terdapat dalam agenda pembangunan Ketapang? Sangat disayangkan sekali hal kecil ini tidak dilirik. Dan alhasil, air yang mengalir di Ketapang tersumbat dan menjadi bandang di sekitar rumah yang dekat dengan parit buntu.
Penyebab yang sering kita dengar sejak bangku SD hingga dewasa ini adalah penebangan hutan yang tidak beraturan. Perkebunan sawit yang memakan ribuan hektar lahan ini telah merambah habis jutaan hutan di Ketapang. Khususnya bagian hulu Ketapang, pasokan hutan di sana sudah tidak layak sebagai hutan produktif lagi. Awalnya hutan di sana menjadi hutan yang sangat produktif dan bisa dikatakan menjadi sumber penyedia serta penahan air di bagian Hulu. Namun karena datangnya perambah hutan serta perkebunan hasil sawit, hutan di Ketapang menjadi gundul dan sedikit sekali pohon yang menahan air. Sehingga perkiraan kedua, aliran sungai di Sungai Pawan khusus dari aliran Hulu adalah hasil dari fenomena perambahan hutan dan proyek sawit ini. Dapat dilihat dari pelabuhan Ferry di ujung jalan Saunan air sungai Pawan yang sangat deras dari Bagian Hulu ke Hilir. (Karena kami sering memantau ketinggian air melalui pengukur air di Pelabuhan tersebut)
Dapat disimpulkan beberapa kemungkinan penyebab banjir di Ketapang ini antara lain: Pertama Hujan yang deras yang terjadi awal Oktober di Ketapang. Kedua disebabkan karena pembangunan gedung walet yang membuat aliran bawah tanah memadat dan tersumbat. Ketiga, adalah dikarenakan jalur sungai di Kota Ketapang tidak teratur dan buntu sehingga air tidak dapat mengalir rata ke seluruh penjuru Ketapang. Dan penyebab umum lainnya adalah dengan adanya proyek sawit serta pembabatan hutan secara besar-besaran menyebabkan hutan resapan air berkurang, dan air yang harusnya dapat ditahan hutan setempat kini bebas mengalir di Sungai Pawan jika di hulu terjadi hujan yang lebat. Sehingga imbasnya langsung terkena kota Ketapang kita yang tercinta ini.
Bukan siapa-siapa yang harus disalahkan. Karena kita sendiri berdiri di atas sebuah pemerintahan. Dan untuk masalah ini seharusnya dipantau lebih lanjut oleh pemerintah Ketapang ini. Mengapa? Karena pembangunan di Ketapang ini tergantung kepada Pemerintah. Dan kita sebagai masyarakat hanya bisa membantu secara tenaga, dan bagaimana dengan dana? Pemerintah adalah yang bisa diandalkan untuk hal ini. Saran saya antara lain:
1. Kalau bisa kota Ketapang ini bebas dari gedung besar seperti gedung Walet. Karena tanah di Ketapang ini bersifat gambut dan liat. Sehingga tekanan tanah sangat rawan untuk aliran air menjadi tersumbat. Jika ingin membuat pembangunan gedung, harus memperhatikan eksplorasi jenis tanah di area gedung yang akan berdiri. Dengan pondasinya yang jangan asal-asalan menancap di atas tanah saja tetapi melihat struktur tanah ke depannya. Apakah terjadi perubahan antara tanah permukaan dengan pondasi gedung yang sudah diprediksi sebelumnya. Intinya jika ingin membangun Gedung besar, harap memperhatikan pondasi dan tanah. Jangan hanya memperhatikan efisiensi pengeluaran dana atau penghematan bahan gedung, tapi hasilnya merugikan lingkungan. Kalau perlu robohkan saja semua gedung walet di Ketapang ini.
2. Sungai di Ketapang ini perlu direnovasi ulang. Diperdalam dan dirubah kembali alirannya. Jika buntu, harap dialirkan dengan jalur terdekat. Kalau perlu dibuat jalur parit baru agar air bisa terus mengalir ke daerah yang lebih rendah. Jika struktur kota Ketapang pusat memang rendah, kedalaman sungai harus diperhatikan dengan menjadikan suatu titik tertinggi di Ketapang menjadi patokan arah ujung terakhir terendah kota Ketapang. Jangan membuat ketinggian sungai konstan, usahakan sungai diujung tertinggi Ketapang lebih rendah sedikit membentuk seperti curaman yang tidak terlalu tajam menyesuaikan dengan ujung sungai sehingga air terus bisa mengalir. Seandainya ada dana cukup besar , kalau bisa sungai Pawan dibendung yang sekiranya air luapannya bisa diatur mungkin untuk mencegah banjir ataupun menjadi salah satu Sumber Pembangkit Listrik Tenaga Air. Tidak mustahil bukan? Itupun jika ada dana yang cukup, kalau tidakpun jangan dipaksakan.
3. Saran ini selalu dikatakan banyak orang dan umum di telinga khalayak ramai. Hentikan penebangan liar, dan proyek Sawit. Apa lagi yang mau dipertahankan untuk hal ini? Sedangkan sumber daya tersebut adalah sumber daya jenis terbatas. Memerlukan lahan lain untuk memperoleh sumber daya tersebut. Untuk hutan merupakan sumber Daya Alam yang terbatas untuk fenomena sekarang. Mengapa? Karena hutan telah berkurang jumlahnya dan pabila proyek Pembabatan Hutan terus dilakukan, hutan akan menjadi habis. SDA tersebut bisa menjadi langka karena terbatas. Begitupun Sawit, di mana krisis global telah mempengaruhi keberadaannya di dunia. Harga sawit tidak menentu bahkan mengalami penurunan. Sedangkan hasilnya terhadap alam adalah membuat tanah menjadi tidak produktif serta tak mampu menahan jumlah air. Sawit dapat menyerap air secara berlebihan dan menanduskan tanah. Bagaimana pada saat hujan turun, sama seperti perambahan hutan liar, proyek sawit menyebabkan tanah tidak bisa lagi diharapkan menyerap dan menahan air hujan. Sehingga, hentikanlah perambahan hutan dan proyek sawit yang sekarang di Ketapang semakin merajalela ini.
Banjir adalah fenomena alam. Namun setelah membaca artikel di atas, bukan pertanyaan "Apakah" tetapi "Siapakah" yang menyebabkan banjir? Jawabannya adalah manusia sendiri. Manusia itu siapa? Manusia yang disebutkan di atas tadi. Dan yang kena imbasnya juga adalah manusia juga. Siapa yang kena imbasnya? Kita semua. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa saya menyarankan kepada semua pihak, tak terkecuali dari kalangan apapun. Mari kita bersama-sama membuat kota Ketapang ini bebas dari banjir. Kenapa? Karena banjir membuat aktivitas kita terganggu. Banjir membawa kerugian serta penyakit. Tak hanya itu, banjir membuat arus barang dari daerah satu menuju ke Ketapang juga terganggu. Intinya jangan kita saling menyalahkan. Sebaiknya kita juga berpikir bagaimana solusi yang baik untuk mengatasi serta membuat banjir ini tidak datang kembali ke Ketapang. Tidak ada yang mau banjir setiap tahun datang, namun jika hanya pikiran saja yang berkata tanpa perbuatan yang tidak berjalan. Banjir akan tetap ada di kemudian hari. Apapun hasilnya kita telah berusaha mengatasi banjir yang semakin tahun semakin tinggi kapasitasnya. (frs)
0 komentar:
Posting Komentar
Trima kasih atas kritik dan saran, silakan: